Skleroderma adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan pengerasan dan penebalan kulit dan masalah pada organ dalam tubuh. Kondisi ini terjadi saat sistem imunitas tubuh menyerang jaringan ikat, sehingga kulit menjadi tebal atau keras.
Selain menyerang jaringan ikat kulit, skleroderma juga dapat terjadi pada organ dalam tubuh, seperti timbulnya jaringan parut pada paru-paru atau ginjal, serta pengerasan pembuluh darah yang memicu terjadinya kerusakan jaringan dan tekanan darah tinggi.
Kelainan gen dan faktor lingkungan diduga memicu terjadinya penyakit ini. Meski belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit ini, penderita skleroderma masih dapat hidup dengan produktif. Penanganan dengan pengobatan dan terapi dapat mengendalikan gejala skleroderma yang timbul.
Gejala Skleroderma
Skleroderma dapat ditunjukkan dengan gejala yang terlokalisasi di bagian kulit tertentu (localised scleroderma), serta gejala yang bersifat sistemik dan menyerang kulit, organ dalam, maupun sirkulasi darah (systemic sclerosis).
Localised scleroderma
Meskipun bisa dialami oleh segala usia, kebanyakan penderita localized scleroderma adalah anak-anak. Pada localised scleroderma, terdapat dua macam bentuk bercak keras di kulit, salah satunya berbentuk oval (morphoea). Bercak oval ini diawali dengan warna merah atau ungu lalu bagian tengahnya menjadi putih, permukaannya tidak ditumbuhi bulu, terasa gatal, dan bisa muncul di bagian kulit mana pun. Setelah beberapa tahun, biasanya kondisi ini dapat pulih dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Bentuk bercak localised scleroderma lainnya adalah lurus (linear). Bercak dapat berupa pengerasan kulit yang melintang pada kepala, lengan, tungkai, atau wajah. Kulit yang mengeras ini bisa berdampak pada otot atau tulang yang berada di bawah kulit. Jika diderita oleh anak-anak, localised scleroderma bercak lurus berisiko menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Systemic sclerosis
Pada kondisi ini, efek penyakit tidak hanya terlokalisasi di kulit, tapi juga bisa menyerang sebagian organ dalam, seperti jantung, paru-paru, atau ginjal. Systemic sclerosis lebih banyak diderita oleh wanita usia 30-50 tahun.
Jenis systemic sclerosis tipe ringan, atau disebut juga dengan limited cutaneous systemic sclerosis, biasanya diawali dengan fenomena Raynaud di mana ujung jari tangan atau kaki pucat bila terpapar suhu dingin. Penebalan pada kulit muncul perlahan dan menyebabkan gangguan pada kulit wajah, tangan, lengan, tungkai, kaki.
Gejala lain yang ditunjukkan kondisi ini adalah ruam merah pada kulit, benjolan yang keras di bawah kult, rasa panas seperti terbakar di dada (heartburn), dan disfagia. Gejala cenderung memburuk seiring waktu meski dapat dikendalikan dengan pengobatan.
Jenis systemic sclerosis lainnya adalah diffuse systemic sclerosis yang ditandai dengan gangguan pada organ dalam dan perubahan kulit yang terjadi hampir di seluruh tubuh. Gejala lain dari kondisi ini berupa nyeri sendi, tubuh terasa lelah dan kaku pada sendi, serta penurunan berat badan.
Penyebab Skleroderma
Penyebab dari skleroderma belum diketahui, diduga merupakan salah satu penyakit autoimun di mana jaringan tubuh diserang oleh sistem imunitas tubuh sendiri. Dalam keadaan normal, imunitas tubuh berfungsi melawan kuman yang menyebabkan infeksi dalam tubuh.
Pada skleroderma, diduga sebagian sistem imunitas tubuh menjadi sangat aktif sehingga sel jaringan ikat memproduksi protein kolagen terlalu banyak. Akibatnya, kulit menebal, timbul jaringan parut pada sebagian organ dalam tubuh, serta terjadi pengerasan pembuluh darah. Seseorang diduga bisa menjadi lebih rentan untuk menderita penyakit skleroderma jika memiliki keluarga dengan kondisi serupa.
Diagnosis Skleroderma
Diagnosis skleroderma diawali dengan pemeriksaan fisik, terutama jika ditemukan gejala-gejala seperti penebalan pada kulit. Karena skleroderma dapat menyerang beberapa bagian anggota tubuh, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis skleroderma, di antaranya:
Biopsi atau pemeriksaan sampel jaringan kulit di laboratorium.
Pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat antibodi.
EKG dan tes ekokardiogram untuk mengetahui gambaran kondisi jantung.
CT scan untuk mengetahui gambaran kondisi paru-paru.
Tes fungsi paru atau spirometri.
Pengobatan Skleroderma
Penanganan yang diberikan adalah untuk membantu mengendalikan gejala skleroderma, menekan tingkat keparahannya, juga untuk mencegah terjadinya komplikasi. Obat-obatan yang bisa diberikan dalam penanganan skleroderma, antara lain adalah:
Obat untuk menekan sistem imunitas tubuh guna menghambat keparahan penyakit, seperti kortikosteroid.
Obat darah tinggi untuk melebarkan pembuluh darah. Pemeriksaan tekanan darah juga perlu dilakukan secara rutin.
Obat untuk mengurangi asam lambung, misalnya omeprazole.
Penggunaan salep atau krim antibiotik pada kulit, dan vaksinasi influenza serta pneumonia secara rutin untuk mencegah infeksi.
Obat pereda nyeri, termasuk obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengatasi nyeri sendi.
Selain pemberian obat, fisioterapi juga dapat dilakukan dalam menangani skleroderma. Terapi ini dimaksudkan untuk mengatasi nyeri, meningkatkan kekuatan, mempermudah pergerakan, serta mempertahankan kemandirian penderita dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Terapi lain yang dapat diberikan adalah terapi okupasi guna membantu penderita skleroderma beradaptasi dengan keterbatasan geraknya, dengan memberikan saran dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan dalam penggunaan alat-alat bantu untuk bergerak.
Pada kasus skleroderma yang berat dan menimbulkan komplikasi, tindakan operasi dapat menjadi pilihan. Salah satunya adalah amputasi bagi penderita fenomena Raynaud yang sudah mengalami gangrene pada jarinya. Jenis operasi lain yang bisa dilakukan adalah transplantasi paru pada penderita hipertensi pulmonal.
Dalam beberapa kasus penyakit skleroderma, kerusakan kulit yang ditimbulkan dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu 3-5 tahun. Namun apabila organ-organ dalam ikut terserang (systemic sclerosis), kondisi ini berisiko terus memburuk.
Komplikasi Skleroderma
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat scleroderma yaitu:
Luka pada kulit yang dapat mengakibatkan gangrene sehingga membutuhkan amputasi.
Penurunan jumlah air liur dan gigi berlubang.
Gastroesofageal reflux disease, konstipasi, atau diare.
Hipertensi pulmonal dan fibrosis paru.
Tekanan darah tinggi dan bocornya protein pada urine akibat turunnya fungsi penyaringan pada ginjal. Hal ini juga dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Perikarditis, gangguan irama jantung, dan gagal jantung.
Disfungsi ereksi pada pria, dan vagina yang kering pada wanita.
Pencegahan Skleroderma
Tidak ada pola diet atau metode pencegahan lainnya yang dapat menurunkan risiko terjadinya skleroderma.
Sumber : www.alodokter.com
Comments