Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Omnibus law ini berkaitan bidang kerja pemerintah di bidang ekonomi.
Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni Undang-Undang Perpajakan, Cipta Lapangan Kerja, dan Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Dari pengamatan penulis omnibus law di sektor ketenagakerjaan yakni Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja inilah yang paling banyak menimbulkan polemik.
Apa itu Omnibus Law ?
Omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai undang-undang sapujagat. Secara hukum omnibus law sendiri merupakan suatu undang-undang yang menyasar satu isu besar yang mungkin dapat memangkas dan atau merevisi beberapa undang-undang sekaligus.
Omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan undang-undang pada umumnya sebagaimana yang biasa dibahas di DPR. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa undang-undang yang terkait. Banyaknya undang-undang yang tumpang tindih di Indonesia inilah yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Ini membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.
Hal ini sesuai dengan azas penafsiran hukum lex posterior derogat legi priori, yang menyatakan hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior) dan lex specialis derogat legi generali yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
Jokowi menyebutkan bahwa omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang. Pemerintah juga meyakini omnibus law akan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia sehingga bisa memperkuat perekonomian nasional.
Omnibus law yang akan dibuat Pemerintah Indonesia, terdiri dari dua Undang-Undang (UU) besar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. Omnibus law ini rencananya akan menyelaraskan 82 UU dan 1.194 pasal.
Sebetulnya omnibus law bukan barang baru dan banyak diimplementasikan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law (anglo saxon). Beberapa negara yang pernah menerapkan omnibus law diantaranya Kanada, Filipina dan Amerika Serikat.
Kanada menggunakan pendekatan omnibus law untuk mengimplementasikan perjanjian perdagangan internasional. Kanada memodifikasi 23 Undang-Undang yang telah lama untuk dapat tunduk kepada aturan WTO. Sedangkan omnibus law di Filipina konteksnya mirip dengan di Indonesia yaitu dalam hal investasi. The Omnibus Investment Code merupakan serangkaian peraturan yang memberikan insentif komprehensif baik fiskal maupun non-fiskal yang dipertimbangkan oleh pemerintah Filipina dalam rangka pembangunan nasional. Di Amerika Serikat sendiri, omnibus law sudah kerap kali dipakai sebagai Undang-Undang lintas sektor.
Beberapa negara lainnya yang pernah mengimplementasikan omnibus law adalah Turki, Selandia Baru, Australia dan Vietnam. Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik omnibus law bukan lah hal yang baru. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan terkait dengan perpajakan, perdagangan dan investasi.
Alasan Pemerintah Membuat Omnibus Law
1. Terlalu Banyak Regulasi
Alasan pemerintah membuat omnibus law lantaran sudah terlalu banyak regulasi yang dibuat. Tak jarang, satu regulasi dengan regulasi lainnya saling tumpang tindih dan menghambat akses pelayanan publik, serta kemudahan berusaha. Sehingga membuat program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sulit tercapai.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mencatat, dalam periode 2014 hingga Oktober 2018, pemerintah telah menerbitkan 8.945 regulasi. Terdiri dari 107 Undang-Undang, 765 Peraturan Presiden, 7.621 Peraturan Menteri, 452 Peraturan Pemerintah.
2. Indeks Kualitas Regulasi Indonesia Rendah
Bank Dunia mencatat, posisi skor Indonesia di sepanjang 1996-2017 selalu minus atau di bawah nol. Menurut rumusan skala indeks regulasi Bank Dunia, skor 2,5 poin menunjukkan kualitas regulasi terbaik, sementara skor paling rendah adalah -2,5 poin.
Pada 2017, skor Indonesia menunjukkan angka -0,11 poin dan berada di peringkat ke-92 dari 193 negara. Dalam lingkup ASEAN, posisi Indonesia masih berada di peringkat kelima di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Tak hanya membuat indeks regulasi Indonesia rendah, banyaknya regulasi juga telah memunculkan fenomena hyper regulation. Karena itu penyelenggara pemerintah berniat merevisi aturan perundang-undangan yang saling berbenturan.Jika dilakukan secara konvensional, revisi undang-undang secara satu per satu diperkirakan akan memakan waktu lebih dari 50 tahun. Dengan begitu pemerintah berpikir bahwa skema omnibus law adalah jalan satu-satunya yang bisa menyederhanakan regulasi dengan cepat.
Peningkatan Investasi dan Membuka Lapangan Kerja
Meski tengah diperdebatkan banyak kalangan, secara umum draft Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja ini sebenarnya bisa memberikan dampak positif bagi perekonomian tanah air dan nasib para tenaga kerja.
Omnibus law ini bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi dan kesejahteraan para pekerja. Terutama soal sistem pengupahan yang selama ini dianggap kontroversial dan selalu menjadi tema demo rutin setiap tahun, diharapkan akan menjadi jelas dalam rancangan undang-undang ini.
Para pengusaha dan investor akan mendapat kepastian dan jaminan dalam mengembangkan usaha, sedangkan bagi pekerja akan jaminan pendapatan dengan perubahan sistem pengupahan yang berubah dari sistem harian menjadi jam kerja.
Selain itu, sisi positif lainnya yang bisa didapatkan para pekerja dari omnibus law adalah semakin luasnya prospek lapangan kerja. Di mana akan muncul perusahaan-perusahaan modal asing baru dan tentunya membutuhkan tenaga kerja lokal.
Demikian juga masalah kemudahan dan penyederhanaan aturan investasi dalam negeri. Hal ini dnilai bisa menjadi katalis bagi pengusaha asing untuk masuk berinvestasi di Indonesia.
Selama ini banyak investor asing yang menganggap iklim usaha di Indonesia kurang begitu menguntungkan karena sangat birokratis, baik dari segi perizinan dan operasionalisasi usaha. Terlalu banyak undang-undang yang mengatur dan saling tumpang tindih. Ini yang membuat para investor enggan membuka dan menanamkan investasinya di Indonesia. Dari sisi pertumbuhan ekonomi tentu hal ini menjadi kurang menyakinkan
Diharapkan draft Undang-Undang Cipta Kerja ini akan menjadi terobosan baru dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Di mana beberapa undang-undang yang tumpang-tindih disatukan dalam satu paket regulasi melalui proses omnibus law.
Polemik Undang-Undang Cipta Kerja
Terdapat perubahan signifikan di beberapa pasal Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang diusulkan dicabut melalui Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja Bab IV Bagian II pasal 89 tentang Ketenagakerjaan.
Perubahan pada Pasal 59 UU 13/2003 terkait pekerja kontrak untuk waktu tertentu (PKWT), yang mengubah dalam batas waktu kontrak PKWT artinya tidak akan ada batasan kapan kontrak akan selesai. Hal ini berimplikasi pelaku usaha bisa terus-terusan memakai pekerja kontrak.
Kemudian pada Pasal 88 UU 13/2003 tentang peran serikat pekerja dalam penentuan upah. Misalnya, klausul pasal 88B UU 13/2003 mengatur pemberian upah kepada pekerja berdasarkan aturan waktu dan/atau satuan hasil. Pada pasal 88 UU 13/2003 ini peran serikat pekerja dihilangkan.
Selanjutnya pada pasal 88D UU 13/2003, penghitungan kenaikan upah minimum tidak lagi berlaku secara nasional, tapi menggunakan standar upah minimum provinsi dimana formula kenaikan ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi daerah. Apabila suatu daerah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, maka tahun berikutnya upah minimum bisa turun.
Pasal 90 UU 13/2003 dihapus pada Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Padahal klausul ini mencantumkan sanksi bagi para pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum.
Perubahan pada Pasal 93 huruf a UU 13/2003 terkait ketentuan cuti khusus atau izin. Di antara perubahan itu adalah menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan.
Rancangan Undang-Undang sapu jagat ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan / keguguran kandungan, hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).
Sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja, pemerintah juga berencana melakukan beberapa perubahan cukup signifikan. Misalnya menghapus hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial, menghapus uang penggantian hak dan menghilangkan peran serikat pekerja dalam negosiasi pemutusan hubungan kerja.
Tetapi di sisi lain pemerintah juga memberikan tambahan penghasilan berupa penghargaan lainnya atau bonus hingga 5 kali upah bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari 12 tahun atau lebih.
Tambahan hak karyawan lainnya adalah Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 90 draft Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Jaminan kehilangan pekerjaan ini disediakan bagi karyawan oleh BPJS Ketenagakerjaan selain Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Pensiun.
Nantinya bagi karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja akan diberi jaminan kehilangan pekerjaan berupa pelatihan, sertifikasi, uang tunai serta fasilitasi penempatan.
Jika dibandingkan dengan aturan yang berlaku saat ini, Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja di dalam draft Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja sebetulnya justru mengalami penyusutan.
Hal inilah yang menarik bagi penulis yaitu diubahnya formula pesangon dan ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja.
Dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja terdapat perubahan redaksional pasal-pasal tentang ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja dan penghapusan formula pesangon yang terdapat pada pasal 161 - 172 Undang-Undang 13/2003 Ketenagakerjaan.
Padahal Pasal 161 – 172 Undang-Undang 13/2003 yang dihapus adalah pasal-pasal yang menjelaskan dengan rinci jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja dan formula pesangon. Dengan dihapuskannya pasal-pasal tersebut maka nantinya formula pesangon akan sama untuk beberapa jenis Pemutusan Hubungan Kerja yang berbeda-beda. Dengan kata lain Omnibus Law menyederhanakan ketentuan dan formula pesangon. Hal ini tentunya adalah kabar gembira untuk pengusaha dan investor tetapi kabar buruk bagi karyawan.
Dalam Undang-Undang 13/2003 komponen pesangon terdiri dari Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Sementara di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja tidak ditemukan lagi ketentuan tentang Uang Penggantian Hak. Padahal Uang Penggantian Hak ini memberikan tambahan pesangon kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebesar 15%.
Ketentuan mengenai besaran Uang Pesangon tidak mengalami perubahan, sedangkan besaran Uang Penghargaan Masa Kerja mengalami perubahan dari semula di Undang-Undang 13/2003 hingga maksimal 10 kali upah, sementata di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja maksimal hanya 8 kali upah.
Dengan perubahan formula ini menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi karena usia pensiun, meninggal dunia atau perusahaan melakukan penggabungan dan melakukan efisiensi karyawan tidak lagi berhak menerima Uang Pesangon sebesar 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 Undang-Undang 13/2003 karena dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja pasal-pasal yang mengatur tentan hal tersebut dihapus, dengan kata lain tidak lagi terdapat ketentuan hak karyawan menerima 2 kali uang pesangon dan uang penggantian hak 15% dari total uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mencolok, karena besaran pesangon di Undang-Undang 13/2003 maksimal bisa mencapai hingga 32.2 kali upah terakhir jika karyawan pensiun normal, meninggal dunia atau perusahaan mengalami penggabungan dan melakukan efisiensi, di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja maksimal besaran pesangon hanyalah 17 kali upah terakhir.
Dari sisi inilah tentu Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dapat dikatakan mengalamai penyusutan kualitas bagi karyawan.
Apa yang harus dilakukan ?
Mencari sebuah titik temu yang menyenangkan semua pihak tentu tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Tugas kita sebagai warga negara yang baik harus selalu memberikan masukan-masukan positif bagi omnibus law ini. Sehingga cita-cita meningkatnya investasi dan terbukanya lapangan kerja sebanyak mungkin bisa tercapai dengan baik tetapi hak-hak karyawan sehubungan dengan kesejahteraan ketika bekerja dan paska pensiun tetap bisa terselenggara dengan baik.
Hal ini karena konsep yang bisa ditarik dari omnibus law cipta kerja adalah menambah lapangan pekerjaan bukan menambah penghasilan karyawan existing. Hal ini bisa disimpulkan dari mudahnya perusahaan tetap menggunakan pekerja kontrak untuk waktu tertentu (PKWT) tanpa batas waktu, dimudahkannya proses pemutusan hubungan kerja dan turunnya besaran uang pesangon.
Sebagaimana kita ketahui tujuan besar dari omnibus law ini adalah meningkatkan Product Domestic Brutto yang dicapai salah satunya dengan meningkatnya investasi asing dan menurunnya angka pengangguran dengan dibukanya lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Upah tenaga kerja yang rendah, proses perijinan mudah cepat murah dan sistem perpajakan yang ramah investasi tentu bisa menjadi stimulus yang baik bagi tumbuhnya investasi asing di Indonesia.
Dalam hal kesejahteraan karyawan ketika masih aktif bekerja relatif tidak banyak berubah dengan adanya perubahan system pengupahan dari berbasis hari kerja menjadi berbasis jam kerja plus adanya bonus tambahan penghasilan. Tetapi jaminan penghasilan paska pensiun atau karena pemutusan hubungan kerja yang mendukung daya beli yang selama ini didapatkan dari Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan uang pesangon relatif menyusut dengan dihapusnya Uang Penggantian Hak dan formula 2 kali uang pesangon dan diturunkannya besaran maksimal Uang Penghargaan Masa Kerja maksimal 8 kali upah.
Efeknya adalah rencana jangka panjang bagi para karyawan tentunya harus dipikirkan dan disusun ulang karena terjadinya penyusutan proyeksi uang penghargaan pesangon ini dengan nilai penyusutan bervariasi dari 43% - 57% tergantung dari masa kerja karyawan.
Dari sisi perusahaan sendiri tentunya cadangan dan pembiayaan pesangon harus pula dihitung ulang dengan potensi besar adanya keuntungan aktuaria dari pembiayaan pesangon yang telah dilakukan, dengan rangkaian panjang dari sisi perpajakan dan efisiensi anggaran keuangan perusahaan.
Bagi karyawan sendiri saat ini yang paling penting harus dilakukan adalah menyiapkan dana darurat yang cukup untuk 3 – 6 bulan biaya hidup. Tentunya akan sulit jika hanya mengandalkan penghasilan dari satu sumber penghasilan, apalagi pada situasi pandemik Covid-19 seperti ini. Jadi hal yang paling masuk akal adalah dengan mulai mencari sumber penghasilan lain yang riskless dalam arti tidak menambah hutang jangka pendek dan tidak mengganggu investasi jangka panjang untuk hari tua dan pendidikan anak yang telah ada.
Saatnya bagi karyawan untuk mengubah mindset bahwa bekerja tidak untuk selamanya tetapi kesempatan bekerja disebuah perusahaan adalah sebuah opportunity untuk menggali ilmu dan meningkatkan skill pribadi dan menambah network yang nantinya akan bisa digunakan untuk mendukung bisnis/profesi yang akan digeluti selanjutnya.
Menurut data Direktur Industri Kecil dan Menengah, Logam, Mesin, Elektronika dan Alat Angkut (LMEA), Kementerian Perindustrian RI tahun 2017, jumlah wirausaha di Indonesia menembus 3,1 persen dari total jumlah penduduk yang saat ini sekitar 260 juta jiwa atau sekitar 8,06 juta jiwa, angka tersebut melampaui standar internasional sebanyak 2 persen.
Walaupun sudah mencapai 8,06 juta jiwa namun jumlah wirausaha di Indonesia masih terbilang rendah, dibanding negara lain, seperti Singapura yang telah mencapai 7 persen dan Malaysia sebesar 5 persen.
Penutup
Semoga stakeholder yang berkepentingan dalam bidang ketenagakerjaan bisa mengawal kepentingan para tenaga kerja dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional yang lebih tinggi.
Terlepas dari apakah draft Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja akan disetujui, direvisi, atau akan memberi angin segar bagi investasi dan kesejahteraan karyawan atau hanya kepentingan investasi saja, yang pasti karyawan harus mulai mengandalkan kemampuan diri sendiri dan tidak lagi mengandalkan upah dan tunjangan dari pemberi kerja.
Mulailah menjadi advokat yang membela hak diri pribadi bagi diri sendiri alih-alih mengandalkan pihak lain untuk memperjuangkan hak-hak finansial kita. Masa depan kita adalah kewajiban dan hak kita sendiri, sudah selayaknya kita kawal dan kita pastikan tercapai dengan usaha dan kerja kita sendiri bukan tergantung pada pihak lain.
Saatnya tidak lagi hanya mengandalkan satu sumber penghasilan saja untuk mempersiapkan masa depan anda, tetapi sudah harus mulai memikirkan, menghitung dan menerapkan risk management tidak hanya dalam hal investasi tetapi juga dalam hal income rutin bulanan.
Hanya perlu mindset yang benar dan keberanian untuk memulai bisnis anda sendiri.
You will never finish what you never started.
Purwokerto, 13 Agustus 2020
Herman Josef, SH, CFP®, QWP, AEPP
Legal Consultant & Financial Planner
ความคิดเห็น