Multiple sclerosis (MS) atau sklerosis ganda adalah penyakit progresif yang muncul akibat sistem kekebalan tubuh yang secara keliru menyerang selaput pelindung saraf (mielin) dalam otak dan saraf tulang belakang. Saraf-saraf yang rusak kemudian akan mengeras dan membentuk jaringan parut atau sklerosis.
Kerusakan mielin ini akan menghalangi sinyal-sinyal persarafan yang dikirim melalui otak. Akibatnya komunikasi antara otak dengan bagian-bagian tubuh yang lain akan terganggu.
Jenis-jenis Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu multiple sclerosis kambuhan, multiple sclerosis progresif sekunder, dan multiple sclerosis progresif primer.
MS kambuhan merupakan jenis yang paling umum terjadi. Diperkirakan sekitar 80 persen penderita MS mengidap jenis ini. Sesuai namanya, MS kambuhan memiliki fluktuasi, di mana ada masa ketika penderita mengalami serangan gejala yang parah dan ada pula saat-saat gejala akan berkurang atau mereda. Masa gejala reda tersebut dikenal dengan istilah masa remisi. Kondisi ini kerap kambuh tanpa peringatan, dan dapat terjadi karena terpicu penyakit tertentu hingga stres.
Pada saat kambuh, gejala MS dapat berlangsung dalam jangka pendek (beberapa hari) hingga jangka panjang (beberapa bulan). Demikian juga dengan masa remisi.
Jenis kedua adalah MS progresif sekunder. Gejala MS ini perlahan-lahan akan bertambah parah. Penderita biasanya akan mengalami masa kambuh, tapi tidak dapat pulih sepenuhnya. Jenis MS ini umumnya berkembang pada penderita yang sudah mengidap MS kambuhan selama kurang lebih 15 tahun. Dalam kondisi ini, penderita biasanya mengalami kesulitan bergerak dan menurunnya kecepatan berjalan.
Sementara pada MS progresif primer, gejala-gejala yang dialami penderita akan terus bertambah parah tanpa disertai masa remisi. Ini merupakan jenis MS yang paling jarang terjadi.
Selain tiga kategori utama di atas, ada pula sebagian kecil pengidap MS yang pulih sepenuhnya setelah mengalami masa kambuh jangka pendek. Ini dikenal sebagai multiple sclerosis jinak. Dokter bisa memastikan Anda mengidap MS jinak jika Anda sama sekali tidak mengalami gejala selama 20 tahun atau lebih.
Gejala Multiple Sclerosis
Penyakit ini dapat menyebabkan beragam gejala yang berbeda-beda pada tiap penderita. Gejala-gejala ini biasanya tergantung kepada lokasi serat-serat saraf yang diserang penyakit ini. Beberapa gejala yang umumnya terjadi meliputi:
Rasa kebas atau lemas. Umumnya pada satu sisi tubuh atau kaki.
Gangguan penglihatan (misalnya pandangan yang kabur, buta warna, atau penurunan kualitas penglihatan mata).
Sensasi geli atau nyeri pada bagian-bagian tubuh.
Kelelahan yang parah. Diperkirakan sekitar 90 persen penderita multiple sclerosis mengalaminya.
Nyeri neuropati, seperti rasa sakit yang menusuk, kulit yang sangat sensitif, atau sensasi terbakar.
Gangguan pada kemampuan motorik dan keseimbangan (misalnya gangguan koordinasi tubuh, vertigo, atau gemetaran).
Pusing.
Cara bicara yang tidak jelas atau kacau.
Otot yang kejang atau kaku.
Gangguan pada kemampuan kognitif (misalnya penurunan daya dan durasi konsentrasi, kesulitan memahami dan menggunakan bahasa, atau kesulitan mengingat hal-hal yang baru).
Gangguan mental (misalnya depresi, kecemasan, atau emosi yang tidak stabil).
Masalah seksual (misalnya disfungsi ereksi pada penderita pria atau berkurangnya cairan dan kepekaan vagina pada penderita wanita).
Masalah pada kandung kemih atau pencernaan (misalnya sulit buang air kecil sampai tuntas, sering terbangun untuk buang air kecil pada malam hari, atau konstipasi).
Gejala-gejala penyakit ini sering muncul secara tidak terduga dan tidak semua penderita akan mengalaminya secara keseluruhan. Durasi serta tingkat keparahannya juga beragam. Ada sebagian penderita yang mengalaminya untuk jangka panjang dan ada yang merasakan gejala-gejala yang kambuh secara berkala dan fluktuatif.
Jika Anda mengalami gejala-gejala yang serupa dengan gejala MS di atas (setidaknya lebih dari dua kali secara berkala dan tanpa sebab yang jelas), sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
Penyebab dan Faktor Risiko Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis termasuk kondisi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh seseorang akan secara salah menyerang bagian-bagian tubuh yang sehat. Pada kasus MS, sistem kekebalan tubuh penderita akan menyerang lapisan pembungkus saraf di otak dan atau di sumsum tulang belakang. Penyebab kondisi autoimun ini sendiri belum diketahui secara pasti.
Para pakar menduga penyakit ini kemungkinan dipicu oleh faktor-faktor seperti berikut ini:
Usia. MS umumnya menyerang saat seseorang berusia 15 hingga 60 tahun.
Jenis kelamin. Jumlah penderita MS wanita dua kali lebih banyak daripada pria.
Genetik. MS bukanlah suatu penyakit keturunan. Namun orang dengan anggota keluarga yang menderita MS akan cenderung memiliki kelainan gen yang sama, sehingga risiko untuk menderita MS akan lebih besar. Diperkirakan 2-3% penderita MS memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Pengaruh infeksi tertentu. Terdapat beberapa virus yang diduga berkaitan dengan MS, misalnya virus Epstein-Barr atau EBV.
Pengaruh kondisi autoimun tertentu. Penderita penyakit tiroid, diabetes tipe 1, atau penyakit inflamasi usus diduga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap MS.
Merokok. Zat-zat kimia dalam asap rokok berpotensi memengaruhi sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga risiko MS serta penyakit-penyakit lain akan meningkat.
Kekurangan Vitamin D. Ini biasanya terjadi pada penderita yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari cukup, atau berada di negara jauh dari titik khatulistiwa.
Diagnosis Multiple Sclerosis
Dalam pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang dialami dan riwayat kesehatan Anda serta keluarga. Anda juga akan menjalani pemeriksaan fisik.
Jika Anda diduga mengidap MS, terdapat beberapa pemeriksaan lebih lanjut yang umumnya akan dianjurkan. Pemeriksaan tersebut meliputi:
Pemeriksaan neurologi, misalnya perubahan gerakan mata, refleks tubuh, dan kemampuan koordinasi tangan dan kaki.
Pemindaian Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI scan), untuk memeriksa kondisi selaput pelindung saraf atau mielin pada otak dan saraf tulang belakang.
Pungsi lumbal. Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel cairan sistem saraf dari tulang punggung belakang.
Pemeriksaan potensial bangkitan atau evoked potential test. Tes ini berfungsi memantau reaksi gelombang otak terhadap apa yang Anda lihat dan dengar.
Tes darah untuk memastikan bahwa gejala bukan disebabkan oleh penyakit lain.
Sebagian besar penderita didiagnosis mengidap multiple sclerosis pada usia 20 hingga 40 tahun.
Pengobatan Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis termasuk jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan, terutama multiple sclerosis progresif primer. Jenis MS ini belum memiliki metode penanganan yang efektif. Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala dan kekambuhan pasien.
Sementara untuk multiple sclerosis kambuhan dan progresif sekunder, langkah pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk meringankan gejala, menghambat perkembangan penyakit, dan mengurangi frekuensi masa kambuh. MS yang ringan cenderung tidak membutuhkan penanganan, kecuali ketika gejala-gejala Anda kambuh.
Tiap jenis MS memiliki metode pengobatan yang berbeda-beda. MS kambuhan akan ditangani dengan obat-obatan yang dapat mengurangi frekuensi masa kambuh. Sebagian obat ini juga dapat digunakan untuk penderita MS progresif sekunder yang masih mengalami masa remisi. Berdasarkan fungsinya, langkah pengobatan MS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
Menangani masa kambuh atau serangan
Langkah pengobatan yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejala pada masa kambuh atau serangan adalah steroid, seperti prednisone dan methylprednisolone. Obat ini dapat diberikan secara oral maupun melalui infus.
Steroid berfungsi mempercepat penyembuhan karena dipercaya bisa menekan kinerja sistem kekebalan tubuh agar tidak menyerang mielin dalam sistem saraf pusat. Meski demikian, obat ini tidak bisa mencegah frekuensi masa kambuh maupun memengaruhi perkembangan penyakit.
Anda juga dianjurkan untuk menghindari penggunaan steroid lebih dari tiga kali dalam satu tahun. Obat ini dapat memicu efek samping jangka panjang, seperti osteoporosis, diabetes, insomnia, ketidakseimbangan suasana hati serta kenaikan berat badan.
Harap diingat bahwa masa kambuh terkadang dapat disebabkan oleh hal-hal lain, misalnya infeksi. Jika ini terjadi, Anda sebaiknya memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebab dasarnya.
Memengaruhi perkembangan penyakit (Disease Modifying Drugs)
Frekuensi masa kambuh merupakan faktor penting dalam menentukan jenis obat untuk menangani MS. Obat-obatan ini dapat mengurangi kerusakan pada mielin sehingga frekuensi masa kambuh dan tingkat keparahannya bisa berkurang. Contoh obat-obatan tersebut di antaranya adalah:
Interferon beta, misalnya interferon beta-1a dan interferon beta-1b untuk meredakan MS kambuhan dan MS progesif sekunder. Sakit kepala, demam, dan menggigil termasuk efek samping ringan yang mungkin Anda alami dalam dua hari setelah menerima suntikan interferon beta.
Fingolimod. Jika interferon beta tidak memberikan pengaruh yang signifikan, khususnya untuk MS kambuhan, obat oral bernama fingolimod mungkin akan disarankan. Obat yang diminum sehari sekali ini biasanya tidak memiliki efek samping, namun berpotensi mengakibatkan penggunanya mengalami infeksi, masalah hati atau masalah penglihatan dalam jangka tertentu.
Glatiramer acetate. Obat ini akan menghalangi sistem kekebalan tubuh agar tidak menyerang mielin dan hanya diberikan kepada pasien MS kambuhan. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi kulit kemerahan dan iritasi pada bagian kulit yang disuntik. Walau jarang, obat ini juga berpotensi menyebabkan dada sesak sebagai efek sampingnya. Untuk kondisi parah, dokter mungkin akan memberikan suntikan.
Natalizumab. Obat ini harus diberikan oleh dokter untuk menghindari efek samping seperti ruam, mual, pusing, sakit pada persendian hingga infeksi otak. Obat ini biasanya digunakan sebulan sekali.
Teriflunomide. Obat penekan ini hanya diminum satu kali sehari ini dan sebaiknya tidak digunakan oleh pengidap gangguan organ hati yang serius. Beberapa efek samping yang kemungkinan dipicu oleh teriflunomide meliputi gangguan organ hati, diare, mual, sakit kepala, dan rambut rontok. Obat-obatan ini tidak dianjurkan bagi pasien berusia di bawah 18 tahun atau wanita yang berencana hamil, sedang hamil, serta sedang menyusui. Pasangan yang berencana untuk memiliki keturunan juga sebaiknya menghentikan penggunaan dan menunggu setidaknya 12 minggu sebelum mencoba untuk hamil. Tes darah rutin juga perlu dilakukan saat mengonsumsi obat ini untuk memantau fungsi hati.
Alemtuzumab. Suntikan ini diberikan selama 2 tahun, yang dibagi menjadi 5 hari berturut-turut di tahun pertama, dan 3 hari di tahun kedua untuk meredakan frekuensi serangan MS. Tes urine dan darah rutin akan dilakukan untuk memonitor pengaruh perawatan pada pasien. Terkadang, obat oral dimethyl fumarate juga dapat diberikan sebagai alternatif dan dapat dikonsumsi dua kali sehari.
Mengatasi gejala-gejala MS
MS dapat menyebabkan gejala serta tingkat keparahan yang beragam. Gejala yang ringan biasanya tidak membutuhkan penanganan medis karena akan hilang dengan sendirinya. Sementara gejala dengan tingkat keparahan tinggi tentu harus ditangani dengan seksama, misalnya melalui:
Antikonvulsan/antikejang. Obat ini akan mencegah atau mengurangi kejang-kejang atau konvulsan. Antikonvulsan juga dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pergerakan mata, nyeri neuropati, serta kejang otot. Contoh obat ini meliputi gabapentin, carbamazepine, dan clonazepam.
Relaksan otot. Ini adalah obat untuk melemaskan otot dan meredakan kejang. Baclofen, tizanidine, diazepam, clonazepam, dan dantrolene adalah beberapa relaksan otot yang biasanya dianjurkan.
Fisioterapi. Langkah ini dapat digunakan untuk mengatasi gejala kejang otot, otot kaku, nyeri atau sakit pada bagian-bagian tubuh, serta gangguan mobilitas.
Antidepresan, misalnya amitriptyline atau benzodiazepine. Obat ini dapat diberikan untuk mengatasi nyeri neuropati dan gangguan emosional seperti depresi.
Terapi psikologi. Langkah ini dianjurkan bagi pasien yang mengalami gangguan kognitif dan emosional.
Obat untuk mengurangi rasa lelah, seperti amantadine.
Obat-obatan untuk mengatasi gangguan kandung kemih dan pencernaan seperti obat pencahar dan obat antikolinergik.
Multiple sclerosis termasuk kondisi yang cenderung sulit dihadapi sehingga dapat membebani penderita serta keluarga. Tetapi metode penanganan medis untuk penyakit ini terus berkembang. Oleh sebab itu, kemungkinan untuk menjalani hidup semaksimal mungkin bagi penderitanya juga makin meningkat.
Komplikasi dan Pencegahan Multiple Sclerosis
Dalam tahap tertentu, penderita MS dapat mengalami komplikasi jika tidak mengalami penanganan yang tepat, seperti:
Depresi.
Epilepsi.
Perubahan suasana hati secara mendadak.
Kaku pada persendian hingga lumpuh, khususnya pada kaki.
Masalah pada pembuangan air seni atau tinja.
Penurunan fungsi seksual.
Karena merupakan penyakit autoimun yang belum diketahui secara jelas penyebabnya, MS tidak dapat dicegah. Namun, seseorang dapat mencegah terjadinya perburukan gejala MS dengan belakukan beberapa hal seperti:
Berhenti merokok.
Mengonsumsi makanan sehat, seperti yang memiliki kandungan Omega 3, serat dan vitamin.
Berolahraga secara rutin.
Istirahat secara cukup.
Mengurangi stres, seperti melakukan yoga atau meditasi.
Melakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan kondisi tubuh selalu prima
Sumber : www.alodokter.com
Comments