Meningitis tuberkulosis adalah proses inflamasi di meningens (selaput pembungkus otak dan sumsum tulang), akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis ekstra paru (tidak pada organ paru) kelima yang paling sering ditemui sekaligus paling berbahaya.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak. Apabila tidak diobati dengan tepat dapat
menyebabkan komplikasi berbahaya bahkan kematian.
Meningitis tuberkulosis terjadi pada satu dari setiap 300 infeksi tuberkulosis pada anak yang tidak diobati atau sekitar 0.3%.
Kondisi ini dapat menyerang semua usia, namun insidens tertinggi terjadi pada usia 6 bulan-5 tahun. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai meningitis tuberkulosis, mari simak artikel berikut ini.
Penyebab Meningitis Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis (TBC) adalah basil gram positif yang memiliki panjang sekitar 2.4 mikrometer. Bakteri ini masuk ke dalam paru-paru dengan cara inhalasi (dihirup) dan menyebar ke kelenjar getah bening disekitar bakteri pertama kali masuk dan sebagian masuk ke dalam peredaran darah seluruh tubuh dan mencapai organ-organ lain.
Apabila bakteri yang berhasil mencapai lapisan meningens (selaput pembungkus otak dan sumsum tulang), dalam jumlah banyak, meningitis dapat terjadi. Namun bila dalam jumlah kecil, bakteri akan bersatu dan membelah diri membentuk tuberkel yang disebut dengan fokus Rich.
Bertahun-tahun setelah infeksi, fokus Rich dapat pecah ke area lapisan otak subarakhnoid dan menyebabkan meningitis tuberkulosis. Pemecahan ini dapat disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh, infeksi HIV, pertusis, campak atau gizi buruk.
Gejala Meningitis Tuberkulosis
Gejala meningitis tuberkulosis dalam dibagi menjadi 3 tahapan, seperti berikut:
Masa Prodromal :
Tahapan ini berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala yang tidak khas dan belum ditemukan kelainan neurologis. Gejala yang dialami berupa demam, lemas, anoreksia, nyeri perut, sakit kepala, mual muntah, konstipasi, gangguan tidur.
Pemeriksaan fisik pada tahapan ini akan menunjukkan ubun ubun besar yang menonjol pada bayi. Pada penderita anak-anak, akan mengalami perubahan suasana hati dan timbul kejang hilang timbul.
Masa Transisional:
Gejala yang dapat timbul berupa rasa kaku, sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran, hidrosefalus, kelumpuhan saraf kranial dan papilledema (pembengkakan syaraf mata) ringan. Saraf cranial yang paling sering terkena adalah N.VI, N.III, N.IV, N.VII yang menyebabkan diplopia (penglihatan ganda) , penonjolan mata dan strabismus mata (mata juling) .
Masa Terminal:
Tahapan ini berlangsung cepat selama 2-3 minggu. Gejala yang dapat dialami adalah penurunan kesadaran, koma, kelumpuhan anggota gerak (hemiplegia), papilledema (pembengkakan syaraf mata) ringan , hiperglikemia(gula darah tingi), pernapasan tidak teratur, pupil yang melebar hingga dapat mengakibatkan kematian.
Diagnosis Meningitis Tuberkulosis
Diagnosis meningitis tuberkulosis adalah hal yang tidak mudah terutama pada stadium awal. Kecurigaan akan meningitis tuberkulosis harus muncul apabila anak mengalami demam berkepanjangan (lebih dari 14 hari), penderita tidak membaik setelah terapi antimikrobial, hidrosefalus dan stroke tanpa penyebab jelas.
Dokter akan menanyakan riwayat kontak dengan anggota keluarga yang memiliki tuberkulosis, riwayat vaksin BCG. Vaksin BCG sangatlah penting karena dapat menurunkan risiko meningitis tuberkulosis hingga 50-80%.
Tes lainnya adalah uji tuberkulin, rontgen dada untuk memastikan hasil diagnosis. Pemeriksaan darah tepi lengkap disertai laju endap darah (LED) juga perlu dilakukan. Selain itu, kultur cairan cerebrospinal (CSS) dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya bakteri M.tuberculosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI otak akan dilakukan pada tahapan lanjut karena pemeriksaan ini dapat mendeteksi berbagai komplikasi seperti hidrosefalus, edema serebri, iskemi, dan kondisi medis lainnya.
Pengobatan Meninigits Tuberkulosis
Terapi suportif dan pengobatan dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi ini. Meningitis tuberkulosis memerlukan terapi selama 12 bulan dan pengobatan seperti berikut:
Fase intensif: Fase ini berlangsung selama 2 bulan, dengan menggunakan 4-5 obat antituberkulosis seperti isoniazid, rifampin, pirazinamid, etambutol dan streptomisin.
Fase lanjutan: Fase ini berlangsung selama 10 bulan berikutnya, dengan menggunakan 2 obat anti tuberkulosis seperti isoniazid dan rifampin.
Dosis obat antituberkulosis yang diberikan adalah:
Isoniazid: 5-15mg/KgBB/hari, maksimal 300mg sehari
Rifampisin: 10-20mg/KgBB/hari, maksimal 600mg sehari
Pirazinamid: 20-40mg/KgBB/hari, maksimal 2 gram sehari
Etambutol: 15-25mg/KgBB/hari, maksimal 1.25 gram sehari
Streptomisin: 15-40mg/KgBB/hari, maksimal 1 gram sehari
Walaupun terapi antituberkulosis telah dimulai, harus tetap memonitor kultur dan uji sensitivitas agar terapi dapat diatur sesuai dengan kerentanan bakteri.
Apabila gejala disertai dengan hidrosefalus, tindakan bedah berupa ventrikuloperitoneal (VP) shunt akan diperlukan.
Sumber : www.honestdocs.id
Komentar