Beberapa kali dalam perjalanan hidupku, kutinggalkan zona nyaman untuk sebuah pengalaman hidup baru yg aku yakin akan jauh lebih baik dan lebih bermakna.
Beberapa kali pula kusesali mengapa sampai nekat ketinggalkan zona nyamanku ?
Berapa banyak biaya sosial dan pengorbanan yg harus di bayar oleh anak-anak dan istriku demi impian akan kehidupan yg lebih baik.
Meski sadar meninggalkan zona nyaman berarti akan bergaul dan bercengkerama dengan begitu banyak ketidaknyamanan baru yg mungkin tidak pernah dan tidak bisa di antisipasi sebelumnya, tetap saja aku terkaget-kaget dengan begitu banyak kejutan yg sangat mengerikan dan sangat tidak menyenangkan.
Stress dan depresi sudah jadi makanan sehari-hari di saat awal perubahan kehidupanku. Mulai gatal-gatal seluruh tubuh, jerawat hingga ketombe yg tidak mempan dengan shampo termahal sekalipun.
Bahkan dalam beberapa kasus depresi dan stress ini menyerang kesehatan hingga titik yg tidak masuk akal. Kaki bengkak hingga tidak bisa berjalan berbulan-bulan.
Menyerah ? Tentu pernah terlintas dalam pikiranku. Tapi bukan pilihan utama saat ini. Akan ku coba lagi dan berjuang lagi hingga Tuhan memutuskan aku harus menyerah dengan cara mencabut nyawaku.
Aku beruntung memiliki istri dan anak-anak dan keluarga besar yg sangat memahamiku. Tidak dengan nasihat dan kata-kata bijak yg kadangkala membuat frustasi tapi dengan memberi waktu untuk membuktikan bahwa keputusanku keluar dari zona nyaman adalah sebuah keputusan yg tepat dan benar dari sisi manapun.
Aku yakin suatu saat nanti aku akan mengenang masa-masa perjuangan ini dengan secangkir kopi dan sejumput senyuman dengan sehela nafas yg penuh kelegaan.
Secangkir kopi, sebatang cerutu dan sebuah novel telah kusiapkan pada saatnya nanti kurayakan zona nyaman baru yg lebih dahsyat.
Jangan pernah menyesal untuk leluar dari zona nyaman yg tanpa kau sadari telah menjadi penjara dan kuburanmu sekaligus.
Penulis :
Herman Josef SH
Virtual Office & Voga Digital
Editor in Chief
Comments